Minggu, 27 September 2015

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia dan Kedudukan Bahasa Indonesia

1.Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Sejarah tumbuh dan berkembangnya bahasa Indonesia tidak lepas dari bahasa Melayu. Dimana bahasa Melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa Melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Dan pada saat itu bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
  •  Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan aturan hidup dan satra
  • Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
  •  Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
  • Bahasa resmi kerajaan.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayu lah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Onktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun secara Yuridis bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.


·        Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia ?
     Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
  1. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
  2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa Melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku Jawa, suku Sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
  4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
      Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia dapat dirinci sebagai berikut :
  1.     Tahun 1801 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2.     Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  3.      Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kayo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad (dewan rakyat), seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
  4.   Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi pengokohan bahasa indonesia menjadi bahasa persatuanTahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagaiPujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. 
  5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamaka dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasaIndonesia sebagai bahasa negara. 
  9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik (ejaan soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  10. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  13. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasaIndonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. 
  14. Tanggal 21 – 26 November 1983 diselenggarakan Kongres BahasaIndonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasaIndonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negaraIndonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin. 
  15.  Tanggal 28 Oktober – 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  16.  Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 diselenggarakan KongresBahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

        2.Pengertian Bahasa Secara Umum

  Mary Finocchiaro dalam Brown (1980:4)
    “Language is  a system of arbitrary vocal symbols which permit all 
     people in a given culture or other people who have learned the system 
     of that culture to communicate or to interact”

Mario Pei dalam Brown (1980:4)
    “Language is a system of communication by sound, operating through 
     the organs of speech and hearing, among members of a given 
     community, and using vocal symbols possesing arbitrary conventional 
     meaning”.

 Webster’s New Collegiate Dictionary (1981:64)
    “Language is a systematic means of communicating ideas or feelings by 
     the use conventionalized signs, sounds, gestures or marks having 
     understood meaning”.

 Jack Richards, John Platt, Heidi Weber (1985:153)
    “Language is the system of human communication by means of a 
     stuctured arrangement of sound (or their written representation) to 
     form larger units”.

 Harimurti Kridalaksana (2001:21)
    “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan 
     oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, 
     dan mengidentifikasikan diri”.

              Secara umum bahasa didefinisikan sebagai lambang. Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa system lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia
.
        Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunya I makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili . Kumpulan kata atau kosakata oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus atau leksikon.

Pada waktu  berbicara atau menulis, kata-kata yang kita ucapkan atau kita tulis tidak tersusun begitus aja, melainkan mengikuti aturan yang ada. Untuk mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan, kita harus memilih kata-kata yang tepat dan menyusun kata-kata itu sesuai dengan aturan bahasa. Seperangkat aturan yang mendasari pemakaian bahasa, atau yang kita gunakan sebagai pedoman berbahasa inilah yang disebut tata bahasa.

HAKIKAT BAHASA
1.  Sebuah sistem
2.  lambang bunyi
3.  arbitrer (manasuka)
4.  konvensional
5.  alat komunikasi
6.   unik
7.  manusiawi
8.  dinamis

         3.Fungsi Bahasa
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).

·        Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku,  merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
-         agar menarik perhatian orang  lain terhadap kita,
-         keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf  permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang  sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).

·        Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.

·        Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat  hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

·        Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

      4.Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
Sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan bunyi UUD 45, BabXV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia mempunyai kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya,yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting yaitu :

         1.Bahasa Nasional
      Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga  Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah. Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi. Keempat fungsi tersebut ialah sebagai:
  1.          Lambang identitas nasional,
  2.     Lambang kebanggaan nasional,
  3.   Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya  dan bahasa yang berbeda-beda 
  4.     Alat perhubungan antarbudaya dan daerah.

                          
        2.Bahasa Negara
     Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
§  Bahasa resmi kenegaraan
§  Bahasa pengantar di lembaga pendidikan
§  Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk pembangunan dan pemerintahan
§  Bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi

          Referensi :


                                             



Senin, 22 Juni 2015

Tugas TOU Ke 4 : Bekerjasama dalam team (Kelompok) atau Team Work

1.Pengertian dan Karakteristik Kelompok

Kehadiran kelompok-kelompok dapat mempengaruhi motivasi atau kebutuhan seseorang serta bagaimana seseorang berperilaku dalam berorganisasi. Kelompok dan tim bukanlah hal yang sama. Sebuah kelompok (group) adalah dua atau lebih individu yang berinteraksi satu dengan yang lain guna mencapai sasaran  bersama. Tim(team) adalah kelompok yang cukup matang dengan derajat ketergantungan tertentu diantara anggotanya dan diwarnai dengan adanya motivasi untuk mencapai sebuah sasaran bersama.Tim mungkin saja berawal dari sebuah kelompok, tapi tidak semua kelompok akan berkembang menjadi matang dan menciptakan rasa saling ketergantungan.

Tim  dan kelompok memiliki beberapa karakteristik yang sama yaitu :
1.Keduanya dapat terbentuk ketika dua atau lebih individu saling berinteraksi.
2.Tim dan kelompok menyediakan struktur untuk pekerjaan dan interaksi diantara anggotanya.
3.Anggotanya dapat menampilkan peran teknis spesifik , kepemimpinan , penyelesaian masalah dan sisi emosional.
4.Setiap anggota kelompok dan tim memiliki sasaaran bersama.

Beberapa ahli mengatakan bahwa dalam suatu kelompok terdapat ciri-ciri, yaitu:
·         Terdiri dari 2 orang atau lebih.
·         Adanya interaksi yang terus menerus.
·         Adanya pengembangan identitas kelompok.
·         Adanya norma-norma kelompok.
·         Adanya diferensiasi peran.
·         Peran yang saling tergantung.
·         Produktivitas bertambah atau meningkat.
·         Saling membagi tujuan yang sama.

Karakteristik kelompok (Sorsyth, 1979), yaitu:
1.  Interaksi dapat berupa fisik, verbal, non-verbal, emosional.
2.  Struktur adalah pola hubungan yang stabil di antara anggota.
a.  Role (peran) yang telah diharapkan dan seseorang yang telah menduduki. 
b.  Norma adalah aturan yang mengidentifikasi atau mendeskripsikan perilaku yang tepat.
3.  Tujuan
a.  Intrinsik
b.  Ekstrinsik (tujun bersama)
·         Faktor pemersatu paling kuat contohnya olah raga.
·         Memotivasi perilaku tertentu sehingga tujuan tercapai.

4. Groupness/Entitavity  (Kesatuan)  adalah tingkat di mana kekuatan tunggal sebuah kesatuan menyatu.
5.  Ketergantungan dinamis.   

2.Tahapan Pembentukan Kelompok        
Dari pertengahan dasawarsa 1960-an , diyakini bahwa kelompok-kelompok melewati suatu deretan standar dari lima tahap seperti yang ditunjukan pada gambar , kelima tahap ini yaitu :

1.Tahap pembentukan (forming)
Tahap pembentukan ini dicirikan oleh banyak sekali ketidakpastian mengenai maksud, struktur, dan kepemimpinan kelompok. Para anggota menguji coba untuk menentukan tipe-tipe perilaku apakah yang  diterima itu baik. Pada tahap ini selesai ,ketika para anggota telah mulai berpikir tentang diri  mereka sendiri sebagai bagian dari suatu kelompok.
2.Tahap Keributan (storming)
Tahap ini dicirikan dengan adanya konflik di dalam kelompok , artinya para anggota menerima baik eksistensi kelompok , tetapi melawan kendala-kendala yang dikenakan oleh kelompok terhadap individualitas. Lebih lanjut, ada konflik mengenai siapa yang akan mengendalikan kelompok. Bila tahap ini telah lengkap, terdapat suatu hirarki yang relatif jelas dari kepemimpinan di dalam kelompok.
3.Tahap penormaan (norming).
Tahap ini dicirikan oleh hubungan karib dan kekohesifan (kesaling tarikan).Tahap penormaan adalah tahap dimana hubungan yang terjalin erat dalam kelompok itu memperagakan salling ketertarikan . Sekarang ada rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap ini selesai bila struktur kelompok telah kokoh dan kelompok itu telah menyerap perangkat harapan bersama dari apa yang menetapkan perilaku anggota yang benar.
4.Tahap pengerjaan  (performing).
Tahap ini dicirikan oleh kelompok yang telah sepenuhnya fungsional dan diterima dengan baik.. Energi kelompok telah bergeser dari mencoba mengerti dan memahami satu sama lain ke pelaksanaan tugas di depan mata.
5.Tahap penundaan (anjourning).
Tahap ini  dicirikan oleh kepedulian untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan bukanya melaksanakan tugas. Bagi kelompok kerja yang permanen , pelaksanaan adalah tahap terakhir dalam perkembangannya. Tetapi untuk komite , tim , angkatan tugas sementara dan kelompok yang serupa yang mempunyai tugas terbatas untuk dilaksanakan , ada tahap penundaan .
Dalam tahap ini , kelompok mempersiapkan pembubaran. Kinerja tugas tinggi tidak lagi merupakan prioritas puncak kelompok itu . Sebagai gantinya, perhatian diarahkan ke penyelesaian aktivitas.Respons anggota kelompok adalah bervariasi dalam tahap ini . Beberapa anggota merasa puas, dengan bersenang-senang dalam prestasi kelompok. Yang lain mungkin murung karena hilangnya persahabatan yang diperoleh selama kehidupan kelompok kerja itu .

3.Kekuatan Team Work
Teamwork disini artinya kemampuan bekerjasama untuk menuju satu visi yang sama dan hal ini hal ini hanya akan terbangun jika setiap individu dan unit kerja di dalam perusahaan menyadari bahwa mereka tidak mungkin mampu mencapai tujuan perusahaan secara sendiri-sendiri. Tiap individu atau tiap unit memang memiliki tujuan masing-masing. Akan tetapi, dalam  teamwork yang efektif, tujuan masing-masing kelompok akan muncul sebagai target bersama dan menimbulkan ketergantungan satu dengan yang lainnya secara positif.
Secara umum, untuk membangun teamwork yang solid dibutuhkan beberapa syarat:
1.  Jangan bersikap individualistis
Dalam suatu tim yang solid, kita tidak boleh menunjukkan ego masing-masing. Setiap anggota tim harus  keluar dari diri sendiri dan masuk ke dalam kesatuan tim. Adanya kesediaan untuk saling menghormati, saling memaafkan saling menerima kekurangan, dan memberi pelayanan satu sama lain. Dalam kondisi ini perlu ada kesediaan individu untuk meninggalkan kepentingan pribadi demi kepentingan yang lebih besar yaitu perusahaan.
2.  Berikan kontribusi
Keberhasilan suatu teamwork hanya bisa dicapai karena  adanya kontribusi dari setiap individu yang terlibat. Untuk itu setiap anggota tim harus mampu berperan sesuai dengan kompetensinya, sehingga satu sama lain bisa saling melengkapi. Masing-masing unit harus menjalankan tugas dan tanggung jawab, saling menyelaraskan antara upaya yang telah dilakukan satu unit dengan upaya unit lain dalam satu tim sehingga apa yang menjadi sasaran perusahaan dapat tercapai. Kebersamaan tim hanya dapat terwujud, manakala setiap orang atau unit dapat memainkan perannya semaksimal mungkin, dapat mengisi kekurangan unit lain dan bukannya saling menyalahkan.
3.  Bersikap fleksibel
Dalam suatu tim, kita harus mampu bersikap fleksibel. Ada kesediaan untuk beradaptasi dengan tuntutan lingkungan. Misalnya dulu biasa dilayani, sekarang harus  merubah paradigma yaitu ada kesediaan untuk melayani. Selain itu kita juga perlu kreatif, bila satu cara tidak memberikan hasil, kita harus mampu mencari cara lain yang lebih efektif. Selalu ada keinginan mencoba gagasan baru dan cara-cara baru. Kita tidak boleh kaku dan terpaku pada kebiasaan lama atau keberhasilan masa lalu. Setiap tim harus menjadi ‘learning community’ artinya mereka harus cepat memetakan situasi serta mempelajari ketrampilan baru yang diperlukan untuk menjadi pemenang dalam situasi persaingan.
4.  Komunikasi
Ketika seluruh anggota tim tidak mementingkan diri sendiri, mampu bersikap fleksibel dan beradaptasi satu sama lain, maka tim mampu bersatu dalam kebersamaan. Untuk menjadi tim yang kuat, satu sama lain harus saling mengerti, saling memahami, saling memuji. Komunikasi adalah cara untuk saling mengenali satu sama lain. Dalam prosesnya, hubungan yang erat, dimana satu sama lain saling mengenal dengan baik, saling memahami sehingga dapat membaca apa yang sedang dibutuhkan yang lain tanpa harus mengatakannya.
5.  Komitmen
Setiap anggota harus memberikan komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan perusahaan. Hal ini ditandai dengan sikap loyal, semangat untuk mencapai tujuan, berupaya untuk menampilkan hasil kerja yang berkualitas dan sempurna, bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya dan disiplin.
6.  Kepercayaan dan saling menghargai
Dengan saling percaya dan saling menghormati, tidak ada musuh yang dapat mengalahkan kita. Dalam satu tim, kita harus menunjukkan kasih sayang dan kepedulian. Setaip anggota tim dapat saling bergantung dan berpegang bersama menempuh berbagai tekanan, menghadapi perlawanan, menghadapi persoalan, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan.
7.  Patuhilah pemimpin
Dalam suatu tim, peran kepemimpinan juga cukup penting. Bagaimana sasaran bisa tercapai bila tidak ada pemimpin yang mampu menggerakkan anggotanya untuk mencapai sasaran
Kekuatan tim yang paling besar adalah kekuatan rantai yang terlemah. Seorang anggota tim yang baik harus pandai melihat kemampuan masing anggota tim lainnya. Ketika melihat ada anggota tim yang lemah, ia memberdayakan kelemahan tersebut sehingga menjadi lebih kuat dan mampu berkontribusi. Bila si lemah menjadi kuat maka tim akan menjadi lebih kuat dan akan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama di masa depan.

4.Implikasi Manajerial
Kelompok diciptakan untuk mencapai sasaran.Dalam kasus kelompok kerja, sasaran ini biasanya terkait dengan kinerja tugas spesifik yang dirancang untuk mendukung pencapaian sasaran organisasi formal.Produksi yang dapat dikur (misalnya jumlah unit yang dapat selesai dirakit, persentase pasar yang dikuasai , jumlah pelanggan yang dilayani) mungkin merupakan hal hal yang paling mudah dilihat tetapi bukan satu satunya hasil akhir dari aktivitas kelompok.Beberapa bentuk hasil produksi biasanya digunakan sebagai tolak ukur kinerja dan evektivitas kelompok , namun bukan satu satunya pertimbangan.Peneliti dalam bidang organisasi, Richard Hackman mengidentifikasi tiga criteria penting terkait sebuah efektivitas kelompok:
1.Sejauh mana hasil produksi kelompok memenuhi standar kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu para pengguna produk tersebut
2.Sejauh mana proses kerja yang dilakukan kelompok meningkatkan kemampuan anggotanya untuk bekerja sama dan saling tergantung pada masa yang akan datang
3.Sejauh mana pengalaman pengalaman kelompok mendukung perkembangan dan kesejahteraan anggotanya.
Kriteria diatas jelas penting untuk semua kelompok kerja dalam menilai efektivitas tim untuk mencapai keberhasilan dan tujuan yang hendak dicapai .

Daftar Pustaka

FX.Suwarto,Drs.,MS. 1999.  Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta :Universitas Atma Jaya.
Subkhi, Akhmad., Muhammad Jauhar. 2013. Pengantar Organisasi & Perilaku Organisasi. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Diterjemahkan oleh : Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo.

John M Ivancevic,.2005. Perilaku dan Manajemen Organisasi jil 2,  Jakarta:Erlangga


Selasa, 12 Mei 2015

Tugas ke 3 : Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


1.Definisi dan Dasar Pengambilan Keputusan

1.1 Definisi

Pengambilan keputusan didefinisikan sebagai proses memilih tindakan tertentu dalam menghadapi masalah atau menangani kesempatan yang ada . Kualitas keputusan yang diambil para manajer adalah sebagai  tolak ukur keefektifan. Kadang kadang satu atau dua keputusan yang baik atau buruk dapat mempengaruhi kesuksesan karier individu atau bahkan kesuksesan organisasi . contoh pengambilan keputusan yang buruk diantaranya yaitu :

1.Pihak manajemen Union carbide mengambil beberapa keputusan yang buruk setelah terjadinya tragedy kecelakaan kebocoran Methil Isocyanate di Bhopal , India , pada tahun 1984 . Tragedi ini merenggut lebih dari 2000 jiwa . Kecelakaan itu sendiri dan keputusan yang diambil berkaitan dengan penanganan kecelakaan ini memberikan pengaruh  yang sangat besar bagi Union Carbide . Kecaman dan cercaan internasional mempengaruhi jatuhnya nilai saham perusahaan , penurunan peringkat kredit , adanya usaha pengambilalihan secara tidak bersahabat (oleh GAF Corp) dan klaim kerusakan yang mencapai triliunan dolar.


2.Keputusan yang diambil pihak eksekutif perusahaan ban Bridgestone . Perusahaan tersebut mendapat tekanan dari Badan Pengawasan Keselamatan Jalan Raya Amerika untuk menarik produk ban mereka dari pasaran , meskipun 6,5 juta ban sudah ditarik dari pasaran pada bulan Agustus tahun 2000. Hingga bulan Juli 2011 , pihak perusahaan menolak permintaan penarikan tersebut . 
                          Keputusan menunda penarikan ini memiliki dampak yang amat besar , karena selama periode itu pihak yang berwenang mengaitkan 271 kasus kematian dan beberapa kasus cedera parah akibat kecelakaan yang disebakan cacat pada ban ban. Pihak eksekutif Bridgestone akhirnya mengubah keputusan mereka dan setuju menarik 3,5 juta produk ban mereka pada bulan Oktober 2001. Selain kerugian nyawa yang tidak bisa terganti , harga saham perusahaan anjlok dan perusahaan menghadapi tuntunan finansial sebesar 345 juta dolar , hingga tahun 2005 , perusahaaan masih menghadapi beberapa tuntuan hukum pribadi dari banyak orang akibat cacat pada ban yang menimbulkan kecelakaan fatal.
                     Pengambilan keputusan adalah hal yang sangat penting dan dapaat memberikan pengaruh yang sangat signifikan , sebagaimana diilustrasikan oleh kasus Union Carbide dan Bridgestone . Beberapa orang mengatakan bahwa hakikat manajemen adalah peangambilan keputusan . Meskipun begitu , sangat keliru jika kita menganggap hanya manajer yang melakukan pengambilan keputusan . Karena itu meskipun pengambilan keputusan adalah proses manajerial yang penting , pada dasarnya pengambilan keputusan adalah proses yang dijalani setiap individu.

1.2 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan 

Menurut George Terry (dalam Hasan, 2002:12-13) dasar-dasar  pengambilan keputusan adalah :
a)  Intuisi. Keputusan berdasarkan perasaan subjektif dari pengambil keputusan. Sehingga sangat dipengaruhi oleh sugesti dan faktor kejiwaan.
b)  Rasional. Pengambilan keputusan bersifat objektif, logis, transparan dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang. 
c)  Fakta. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan objektif yang terjadi sehingga keputusan yang dimabil dapat lebih sehat, solid dan baik. 
d)  Wewenanang. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada wewenang dari manajer yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari bawahannya.
e)  Pengalaman. Pengambilan keputusan yang didasarkan pada pengalaman seorang manajer.

2.Jenis Jenis Keputusan Organisasi

Manajer didalam setiap organisasi dapat dibedakan berdasarkan latar belakang , gaya hidup , atau jarak mereka dengan bawahan , tetapi cepat atau lambat mereka semua harus melakukan pengambilan keputusan . Meskipun pengambilan keputusan bersipat sangat partisipatif(dengan keterlibatan penuh dari bawahan), manajerlah yang bertanggung jawab penuh terhadap hasil keputusan
Klasifikasi yang dikemukan oleh Herbert Simon membedakan dua tipe keputusan:

1.Keputusan terprogram adalah keputusan yang diperlukan ketikan situasi dimana prosedur spesifik telah dikembangkan untuk masalah berulang dan rutin . Sebagai contoh , perusahaan Land’s End memiliki prosedur tertentu yang harus diikuti ketika konsumen mengajukan keluhan tentang pemesanan mereka . Setiap langkah sudah ditetapkan untuk merespons setiap keluhan konsumen secara cepat .

2.Keputusan tidak terprogram adalah sebuah keputusan yang diperlukan untuk masalah manajemen yang unik dan kompleks . Keputusan seperti ini membutuhkan penanganan khusus. Contoh: Individu yang mengikuti kursus online pada perusahaan earlening seperti Learn Key , Digital Think , Skill Soft , NetG dan HighTech Campus kadang kadang mengalami kesulitan dalam melakukan pendaftaran , menyelesaikan tes kompetensi atau mendownload hard copy dari dokumen dan bahan kursus yang ada pada situs web perusahaan tersebut . Petugas pusat layanan teknis untuk konsumen di setiap perusahaan ini harus memberi respons terhadap situasi , kejadian , atau problem yang tidak rutin . Setiap perusahaan yang saling berkompetisi dalam bisnis e-learning ini harus menangani dengan seefektif mungkin setiap situasi keputusan tidak terprogram.



3.Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan.

Menurut Terry (1989) faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan sebagai berikut:
  1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
  2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
  3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan kepentingan orang lain;
  4. Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
  5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian harus diubah menjadi tindakan fisik;
  6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang  cukup lama;
  7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik;
  8. Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang diambil itu betul; dan
  9. Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan berikutnya.
Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan.
1.    Fisik
            Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.
2.    Emosional
            Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara subjective.
3.    Rasional
            Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.
4.    Praktikal
            Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuanya dalam bertindak.
5.    Interpersonal
            Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.
6.    Struktural
            Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

4.Implikasi Manajerial dalam Pengambilan Keputusan
            Implementasi pengambilan keputusan dalam kepemimpinan partisipatif pada  lingkup sekolah terkait erat dengan perilaku kepala sekolah sebagai manajer pendidikan dan guru sebagai anggota organisasi pendidikandalam pengambilan keputusan. Dalam konsep ini yang dibicarakan adalah peran serta kepala sekolah dalam pengambilan keputusan. French (1960) dalam Salusu (1996:233) menegaskan bahwa peran serta menunjukkan suatu proses antara dua atau lebih pihak yang mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat rencana, kebijaksanaan dan keputusan.  Pentingnya peran serta dalam proses pengambilan keputusan diakui juga oleh Alutto dan Belasco (1972) yang mengatakan bahwa dengan adanya peran serta ada jaminan bahwa pemeran serta tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil (Salusu, 1996:234). Berikut ini akan dibahas mengenai peran serta (partisipasi) kepala sekolah dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Dilihat dari fungsi kepala sekolah sebagai manajer atau pemimpin sekolah, maka salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah sebagai pengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki pandangan tertentu dalam memberi kesempatan kepada guru untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.Dasar teori yang dapat dikaji dalam pengambilan keputusan pendidikan dan partisipasi  guru adalah teori kepemimpinan kontinuum yang dikembangkan oleh Tannenbaum dan Schmidt (Rawis, 2000:30). Dalam pandangan kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim.  Pertama, bidang pengaruh pemimpin di mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam gaya kepemimpinannya. Kedua,  bidang pengaruh kebebasan bawahan di mana pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannnya dengan perilaku pemimpin melakukan aktivitas pengambilan keputusan.  Menurut dua ahli tersebut ada enam model gaya pengambilan keputusan yang dapat dilakukan oleh pemimpin, yakni :
a)  Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Model ini terlihat bahwa otoritas yang dipergunakan atasan terlalu dominan, sedangkan daerah kebebasan bawahan sempit sekali.
b)  Pemimpin menjual keputusan. Pada gaya ini pemimpin masih dominan. Bawahan belum banyak dilibatkan.
c)  Pemimpin menyampaikan ide-ide dan mengundang pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan. Otoritas mulai berkurang dan bawahan diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan.Bawahan mulai dilibatkan dalam pengambilan keputusan. 
d)  Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat dirubah.  Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pengambilan keputusan. Otoritas pelan-pelan mulai berkurang.
e)  Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan mengambil keputusan.  Pada gaya ini otoritas yang dipergunakan sedikit. Sedangkan kebebasan bawahan dalam berpartisipasi mengambil keputusan sudah lebih
banyak dipergunakan.  Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta kelompok bawahan untuk mengambilkeputusan. Partisipasi bawahan sudah lebih dominan.
f)  Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pemimpin.    


Daftar Pustaka:
·         Gibson, Ivancevich, Donnelly, 1990, Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid, 1, University of Kentucky dan University of Houston  (Editor: Djarkasih) Jakarta: Erlangga.  
·         John M Ivancevic,2005. Perilaku dan Manajemen Organisasi jil 2,  Jakarta:Erlangga.
·         Dermawan, Rezky. 2013. Pengambilan Keputusan. Bandung: Alfabeta

·         Veithzal,  R., 2004,   Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.