Fenomena Tawuran Antar Pelajar
Sebagai Bentuk Pelanggaran Norma
Disusun
Oleh :
DOLLY
LABAN FERNANDO (19113974)
INA
NURLIANAH (1A113549)
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
KARAWACI,
2013
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
berkah, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Fenomena
Tawuran Antar Pelajar dan Kaitannya dengan Norma Yang Berlaku”.
Makalah ini disusun guna memberikan informasi tambahan
kepada para pembaca agar dapat lebih memahami mengenai
permasalahan – permasalahan seputar kasus yang berkaitan di masyarakat
berdasarkan norma yang berlaku
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, terutama Bapak Heru
Nurhadi selaku dosen mata
kuliah Ilmu Sosial Dasar. Penulis ucapan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan
bantuannya, semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Tak hanya
itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya
berupa artikel, tulisan, dan buku telah penulis jadikan referensi guna
penyusunan makalah ini, semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan
tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik.
Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah
ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, maafkan jikalau banyak kekurangan dan
kesalahan. Penulis setulus hati menerima kritik dan saran yang membantu guna
penyempurnaan makalah ini.
Karawaci, 05 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR
ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………............ 4
1.1.
Latar
Belakang……………………………………………. 4
1.2.
Rumusan
Masalah………………………………………… 6
1.3.
Tujuan
Penulisan………………………………………….. 6
1.4.
Metode
Penulisan………………………………………….. 6
1.5.
Sistematika
Penulisan……………………………………... 6
BAB
II ISI.................................................................................................. 7
2.1 Pengertian
Norma dan macam-macam norma................... 7
2.2 Pembahasan mengenai tawuran............................................ 8
2.3Solusi dalam menghadapi maraknya fenomena
tawuran antar pelajar.............................................................. 12
BAB
III PENUTUP………………………………………………… 16
3.1
Kesimpulan…………………………………………… 16
3.2
Saran………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tawuran
sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia, sehingga jika
mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi.
Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Tawuran antar pelajar
maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng.
Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu
sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu
ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut
dengan geng kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan
yang tidak terpuji seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari
masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya
justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan.
Tawuran antar pelajar
merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di
Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan
salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja.
Masih teringat ditelinga kita peristiwa tawuranantar
pelajar SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70. Peristiwa tawuran antar-pelajar dua
sekolah tersebut, Senin (24/9/2012), telah merenggut nyawa seorang siswa SMA Negeri 6. Alawy Yusianto Putra (15), siswa kelas X SMA Negeri 6, tewas
setelah terkena sabetan celurit dari siswa SMA Negeri 70. Saat itu, Alawy dan teman-temannya
tengah berkumpul seusai sekolah dan mendadak diserang oleh segerombolan siswa
SMA Negeri 70 yang membawa senjata tajam (Kompas.com, edisi Rabu, 26 September 2012).
Hal yang serupa terjadi
pada pelajar sekolah menengah di Yogyakarta. Para pelajar di sebuah sekolah
telah dapat membedakan mana sekolah yang menjadi ‘kawan’ serta mana pula yang
menjadi ‘lawan’. Hal ini telah diturunkan dari suatu angkatan ke angkatan di
bawahnya.
Contoh di
atas adalah hanya segelintir dari kejadaian tawuran anatar pelajar di negeri
ini. Semestinya masa remaja dalah masa yang paliang prnting dalam rentang
perkembangan manuisa. Bukan diisi dengan tawuran dan hal-hal negatif, yang
tidak bermanfaat untuk masa depan. Masa remaja sering dikenal dengan istilah
masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami
pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari
keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di
lingkungan pertemanannya. Fenomena yang sanagt
meprihatinkan selain tawuran dikalangan remaja, seperti sikap arogan dengan
menjadikan termenologi “babe gue’ sebagai senjata, suka berhura-hura, chatting,
bergerombol, memberontak orang tua, dan guru, malakukan penyimapanagn seksual (free
sex, samen leven, married by accident), mengonsumsi miras dan narkoba.
Penyesuaian
diri pada masa remaja sangat penting, karena masa remaja dalaha masa rentan
dengan berbgai penagruh sosial yang positif atau negatif. Kalau pengaruh yang
masuk adalah positif, amaka akan berdampak baik terhadap perkembangan
kepribadian remaja. Tetapi sebaliknya jika pengaruh yang negatif terhdap
remaja, maka akan berdampak negatif pula terhadap perkembangan kepribadain
remaja.
Penyesuaian
yang utama dari remaja dalah penyesuaian sosial, dimana remaja tinggal dan
berhubungan baik dengan orang tua, teman sebaya, atau lingkungan skitar.
Penyesuaian sosial merupakan salah satu tugasa perkembangan masa remaja yang
paling sulit. Remaja dituntut menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan orang
dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
Agar
target sosialisasi remaja tercapai, berbagai bentuk penyesuaian baru harus
ditempuh oleh remaja. Di antara bentuk penyesuain baru yang paling penting dan
paling susah antara lain penyesuan diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok
sebaya, peruabahan dalam perilaku sosial, nilai-nilai yang baru dalam seleksi
dalam persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan
nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.
1.2
Rumusan
Masalah
Makalah
ini terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu :
·
Apa itu norma dan
macam-macam norma?
·
Apakah tawuran itu ?
·
Apa saja solusi dalam
menghadapi maraknya fenomena tawuran antar pelajar?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai Fenomena tawuran antar pelajar dan kaitannya
dengan norma yang ditampilkan oleh kelompok kami.
1.4
Metode
Penulisan
Metode
yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kajian pustaka dengan
sumber yang cukup beragam seperti, media elektronik, internet, serta buku –
buku referensi.
1.5
Sistematika
Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab :
BAB I Pendahuluan
yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II Isi,
yang terdiri dari pancasila dan hubungan antra proyek akhir demgan proyek akhir
BAB IIIPenutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Norma & macam-macam norma
Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm.
Dalam kamus oxford norm berarti usual or expected way of behaving yaitu
norma umum yang berisi bagaimana cara berprilaku.
Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu,
norma memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana
tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria
bagi orang lain untuk mendukung atau menolak prilaku seseorang.
Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah
kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena
menjaga hubungan dalam bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari
kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara
manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang
disebut norma.
Macam-Macam Norma sosial
Menurut
kajian sosiologi, bermacam-macam norma sosial itu dapat dikelompokkan menjadi
beberapa pengertian berikut.
a. Norma Agama
Norma agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diajarkan kepada manusia
melalui ajaran agama. Contohnya, tindakan berpuasa di kalangan umat muslim
serta ajaran untuk tidak merugikan orang lain. Orang yang melanggar norma agama
akan mendapat dosa.
b.
Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan berasal dari hati nurani sehingga seseorang dapat membedakan
antara perbuatan yang dianggap baik dengan perbuatan yang dianggap buruk.
Contoh norma kesusilaan antara lain anak harus menghormati orang tuanya atau
setiap orang dilarang melakukan hubungan seksual di luar nikah. Orang yang
melanggar norma kesusilaan akan dikucilkan secara fisik dan batin.
c.
Norma Kesopanan
Norma kesopanan mengarah pada tingkah laku yang dianggap wajar dalam kehidupan
bermasyarakat. Contoh norma kesopanan ialah mengucapkan salam saat memasuki
rumah orang lain, menyapa kenalan yang kita temui di jalan, atau makan dengan
menggunakan tangan kanan. Pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai celaan,
kritik, dan lain-lain.
d.
Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang karena disenangi
oleh banyak orang. Contohnya, jika bepergian ke tempat yang jauh, kita
membelikan oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga dekat. Sanksi bagi pelanggar
norma kebiasaan berupa celaan atau pengucilan.
e.
Norma Hukum
Norma hukum berupa rangkaian aturan yang berisi perintah dan larangan yang
dibuat oleh lembaga formal, seperti pemerintah. Contohnya, perintah memakai
helm standar bagi pengendara motor atau Undang-Undang Nomor 22 tentang
Pemerintahan Desa. Pelanggaran terhadap norma hukum akan dikenai denda,
penjara, bahkan hukuman mati.
2.2 Pembahasan
mengenai tawuran
Tawuran antar pelajar
adalah pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama kurangberpendidikan
mampu menimbulkan perkelahian diantara mereka ditempat umum sehinggaorang lain
yang tidak bersalah banyak menjadi korban. Tawuran antar pelajar ini termasuk
kedalam jenis penyimpangan kolektif (group deviaton) dimana pelajar yang berlaku
dalammasyarakatsehingga menimbulkan keresahan, ketidak amanan, ketidak nyamanan
serta tindak kriminalitas lainnya.
Tawuran antar pelajar dapat dihasilkan dari
adanya pergaulan ataupertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas
antar anggotanya sehingga mautidak mau terkadang harus ikut tindak
kenakalantersebut. Padahal mereka pun sadar bahwadengan mereka ikut serta
dalamtawuran antar pelajar tersebut akan merugikan dirinya sendiri
danmasyarakat,namun ironisnya mereka menganggap itu semua sebagai cara mereka
untuk mempertahankan kelompok atau sekolah mereka masing-masing.
Pengaruh Buruk Dari
Orang Tua, Tingkah Laku kriminal dan TindakanAsusila.Pengaruhburuk dari orang
tua dapat juga menjadi faktor penyebabterjadinya tawuran antar pelajar.Sebagai
contohnya ketika terjadi percekcokan antara ayah dan ibunya, dan terlebih sang
ayahselalumelakukan tindakan asusila seperti memukul istrinya dan tanpa
disadarisang anak melihatkejadian tersebut sehingga sang anak cenderung
inginmempraktekan apa yang terjadi pada orangtuanya. Disini kembali lagi pada
prinsip awal bahwa baik buruknya seorang anak dipengaruhiolehsikap dan tingkah
laku orang tuanya.Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa
bangunansekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain
yang cukupluas, tanpa ruangan olah raga,minimnya fasilitas ruang belajar,
jumlah murid didalam kelas yang terlalu padat, ventilasi dansanitasi udara yang
buruk dan lainsebagainya.Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang
tidak baik akan menjadikanremaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan
yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para
remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis.
Tak jarang disebabkan
oleh saling mengejek atau bahkan hanya saling menatap antarsesama pelajar yang
berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi pemicutawuran.
Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya.
Perkelahian,
atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan
bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke
kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada
remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung
meningkat. Tawuran yang selalu terjadi apabila dapat dikatakan hampir setiap
bulan minggu bahkan mungkin hari selalu terjadi perkelahian antar pelajar yang
kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia.
Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk masa depan yang lebih
baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar.
Tawuran
pelajar yang terjadi bertubi-tubi, khususnya di Jakarta, telah mencapai taraf
yang memprihatinkan. Serempak, baik masyarakat maupun pemerintah, mengecap
anak-anak ini sebagai pelaku kriminal, penjahat yang perlu dihukum
seberat-beratnya. Semua orang pasti mempertanyakan “Pernahkah kita berfikir,
mengapa anak-anak tega membunuh temannya sendiri? Apakah tidak ada andil dari
pihak lain yang menyebabkan anak tega melakukan tindakan seperti ini?”. dan
menurut saya yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu yaitu
ke pihak keluarga mereka masing. Salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran
antarpelajar ialah ketidakmampuan orangtua dalam menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya dalam melindungi anak. Padahal, dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak (UUPA) Pasal 26 Ayat 1 telah ditegaskan bahwa orangtua
berkewajiban dan bertanggung jawab dalam melindungi anak, baik dalam hal
mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.
Karena agak tidak tepat sasaran kalau kita menyalahkan pihak sekolah atas
terjadinya tawuran. Karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata
atas apa yang terjadi pada anak didiknya tapi itu semua karena terbatasnya
kewajiban mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan
pihak sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi diluar sekolah
karena banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau.
Dalam
pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan
di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat)
dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila
dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja
terlibat perkelahian pelajar.
1.
Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada
situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya
keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari
lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya
menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat
perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi
itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat
melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap
masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah.
Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik
batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan
orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat
membutuhkan pengakuan.
2.
Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya)
jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa
kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia
melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi
anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan
tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan
teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya
sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3.
Faktor sekolah. Sekolah
pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya
menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas
pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya
untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak
relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan
menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama
teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas
memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai
penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya
juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik”
siswanya.
4.
Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga
membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang
sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya
narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan
pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu
dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian
reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Contoh
Kasus Tawuran Antar Pelajar :
Kamis, 17
Desember 2009 | 04:40 WIB
Jakarta, Kompas - Aksi kekerasan yang dilakukan
pelajar belum berhenti. Bahkan, kekerasan pelajar yang dilakukan dalam tawuran
antarpelajar di kawasan Gunung Sahari, Kemayoran, Rabu (16/12) pukul 09.30,
menyebabkan Ahmad Supratman (15), pelajar SMKN 1 Jakarta, tewas disabet senjata
tajam oleh pelaku yang juga berstatus pelajar.
Tawuran terjadi ketika Ahmad dan teman-temannya
terlibat saling ejek dengan rombongan pelajar lain di dalam bus yang melintas
di kawasan tersebut. Saling ejek itu berlanjut dengan saling melempar batu.
Pelajar dari dalam bus ada yang membawa senjata tajam. Senjata tajam inilah
yang digunakan melukai punggung dan leher Ahmad.
Sejumlah teman yang melihat Ahmad terkapar penuh darah
segera membawa korban ke rumah sakit. Namun, nyawa warga Jalan Angkasa Kecil
12, Kemayoran, ini tidak tertolong.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kemayoran Ajun Inspektur
Satu Iswantoro mengatakan, pihaknya masih menelusuri pelajar yang terlibat tawuran
ini. ”Penyelidikan masih dilakukan. Sampai sekarang belum diketahui identitas
sekolah pelajar yang tawuran selain SMKN 1,” ucap Iswantoro.
Berdamai
Kasus kekerasan antarsiswa termasuk tawuran
antarsekolah dan kekerasan senior terhadap yuniornya sering terjadi di Jakarta.
Kasus yang terakhir terkuak adalah kekerasan di SMAN 82, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi
mengatakan, meski alot, akhirnya mediasi antara pelaku, korban, dan keluarga
sepakat tidak meneruskan kasus ke pengadilan.
Awalnya, orangtua Ade Fauzan Mahfuza, Marlin
Anggraini, berkeras menuntut pelaku diproses hukum. Ade yang menjadi korban
kekerasan seniornya kemudian pindah sekolah.
”Sanksi harus diberikan bagi yang salah. Namun, karena
menyangkut masa depan anak yang masih bisa diperbaiki, keputusan penghentian
kasus ini sangat bijaksana,” tutur Seto.
Menurut Seto, kasus kekerasan di SMAN 82 sudah
berlangsung lama. Kekerasan ini baru terungkap saat Ade, siswa kelas I dihajar
seniornya pada awal November lalu dan harus dirawat selama sepekan di Rumah
Sakit Pusat Pertamina.
Agar tidak terulang, Seto menegaskan perlunya
konsultasi psikologi rutin bagi korban ataupun pelaku dan bagi siswa sekolah
yang memiliki tradisi bullying. Kasus bullying di Jakarta yang terungkap sejak
2007 memang selalu berakhir damai. Hanya kasus penganiayaan siswa yunior kelas
X SMA 34, yaitu Muhammad Fadhil Harkaputra Sirath (15), tahun 2008, yang
berakhir di persidangan. Lima pelaku siswa kelas XII dihukum penjara 45 hari.
(ART/NEL)
Tawuran SMA 6 dan 70, Kepala
Dinas Pendidikan DKI Tak Ditegur
Satu pelajar tewas dan dua lainnya terluka akibat
tawuran kemarin.
Selasa, 25
September 2012, 11:42
VIVAnews - Tawuran pelajar SMAN 6 dan SMAN
70 Jakarta kembali terjadi. Satu pelajar dari SMAN 6, Alawi Yusianto Putra,
tewas. Dua temannya, Dimas dan Faruq, terluka.
Tawuran
pelajar dari kedua sekolah ini bukan yang pertama. Sebelumnya, pelajar kedua
sekolah beberapa kali terlibat tawuran.
Meski
bentrokan pelajar ini sering terjadi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
merasa tidak perlu menegur Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kemendikbud
juga tak menegur kepala sekolah kedua SMA itu.
"Kami rasa tidak perlu menegur, mereka bukan pelaku tawuran," kata
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad saat berbincang dengan
VIVAnews, Selasa 25 September 2012.
Menurut
Ibnu, saat ini yang paling penting bukan menegur dan saling menyalahkan.
"Yang paling penting bagaimana kepala dinas mengkoordinasikan jangan
sampai kejadian serupa terjadi lagi," katanya.
Ibnu
sendiri mengakui bahwa Kemendikbud belum memiliki kajian khusus untuk mengatasi
tawuran antara pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta ini. Meskipun tawuran pelajar
kedua sekolah yang berdekatan ini terjadi beberapa kali.
2.3 Solusi
dalam menghadapi maraknya fenomena tawuran antar pelajar.
Penyelesaian
msalah tawuran dikalangan pelajar adalah tanggunag jawab bersama. Keluarga,
sekolah, dan para penegak hukum harus aktif mencegah bahkan mengikis habis
tawuran antar pelajar. Dari hasil analisis tawuran pelajar menurut teori dari
Albert Bandura dan Erik H. Erikson, maka solusi yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:
1.
Lingkungan keluarga
pengaruh
yang kuat. Salah satu implikasi utamanya dalah televisi, dimana anak atau
remaja bisa menontonnya berjam-jam sampai selesai, tidak sadar mereka sedang
membnetuk kehidupannya yang masih belia. Oleh karena itu orang tua harus mampu
membatasi remaja dalam menonton TV yang menontonkan kekersan atau memainkan
game yang dapat menigkatkan agresifitas mereka. Orang tua harus menjadai
model yang baik bagi anak-anaknya. Perilaku dari orang tua harus bisa
ditiru dan dicontoh oleh anak-anaknya, sehingga dia punya model yang baik dalam
hidupnya berupa ayah dan ibunya.
Dari
segi identitas diri, orang tua harus bisa memahami keinginan remaja. Mereka
tidak bisa dikekang sekehendak orang tua, tetapi harus diarahkan dengan
bimbingan dari orang tua agar tidak timbul kekacauan identitas yang dilmpiaskan
dengan kenakalan berupa tawuran. Keinginan dan kemauan yang menggebu-gebu dari
remaja harus dipahami oleh orang tua secara bijak, sehingga tidak mnimbulkan
pembe-rontakan dari anak dengan melampiaskan perlawananya terhdap orang tua
berupa kenalakan yang berbentuk tawuran. Mereka msaih membutuhkan bimbingan
dari orang tua untuk mendapatkan kekacauan identitas yang stabil. Denagn
demikian, tawuran anatar pelajar dapat diatasi mulai dari lingkungan keluarga
yang memper-hatikan Orang tua harus memperhatikan apa yang di tonton, dan dimainkan
anak lewat game. Perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh model-model
yang disajikan lewat media masa berupa televisi, tindak kekerasan dan perkelahi
akan cepet ditiru oleh remja. Dipengaruhi oleh agresifitas model dalam game yang
mereka mainkan. Model-model yang difilmkan, khusunya, sanggup memberikan akan
perkembangan identitas anaknya.
2.
Lingkungan sekolah
Untuk
mecegah tawuran anatar pelaja, sekolah harus mampu megakomodasi bakat-bakat dan
keahlian yang dimilki oleh anak didik. Menyediakan kegiatan ekstra kulikuler
yang bermanfaat bagi anak didiknya. Tidak ada waktu yang terbuang percuma,
hanya untuk tawuran. Fasilitas dan sarana yang mendukung untuk menciptakan dan
menyalurkan bakat-bakat anak didik harus disediakan dengan memadai, sehingga
perilaku mereka dapat tersalurkan ke hal-hal yang positif.
Di
sekolah juga, guru harus menjadi model dan contoh yang baik bagi peserta
didiknya. Guru dan dewan sekolah harus menberikan perilaku yang baik bagi
peserta didiknya, sehingga peserta didik tidak mencari model di luar yang tidak
patut ditiru dalam perilakunya.
3.
Memberikan hukuman
Upaya
lainnya yang dapat dalkukan untuk mencegah tawuran adalah dengan memberikan
hukuman dan sanksi yang membuat efek jera terhadap perilaku tawuran. Para
penegak hukum harus tegas dalam memberikan hukuman dan sanksi terhdap perilaku
tawuran. Meskipun terkadang upaya ini tidak efektif, buktinya hukuman dan
sanksi ada tetapi tawuran masih terus meralajalela dikalangan pelajar.
Setidaknya penerapan hukuman dan sanksi yang tegas dapat mengurangi perilaku
tawuran dari pelajar.
Berikut ini kami akan memaparkan beberapa solusi alternative
yang mungkin akan dapat berguna untuk mengurangi tawuran antar pelajar ini:
- Para Siswa wajib diajarkan dan
memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya
dengan menggunakan kekerasan.
- Lakukan komunikasi dan
pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta
kasih.
- Pengajaran ilmu beladiri yang
mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk
menyakiti orang lain.
- Ajarkan ilmu sosial Budaya,
ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar
tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
- Bagi para orang tua, mulailah
belajar jadi sahabat anak-anaknya. Jangan jadi polisi, hakim atau orang
asing dimata anak. Hal ini sangat penting untuk memasuki dunia mereka dan
mengetahui apa yang sedang mereka pikirkan atau rasakan. Jadi kalau ada
masalah dalam kehidupan mereka orang tua bisa segera ikut menyelesaikan
dengan bijak dan dewasa.
- Bagi para Polisi dan aparat
keamanan, jangan segan dan aneh untuk dekat dengan para pelajar secara
profesional, khususnya yang bermasalah-bermasalah itu. Lebih baik tidak
menggunakan acara-acara formal dalam pendekatan ini, melainkan masuk
dengan cara santai dan rileks. Upama ketika para pelajar ini cangkrukkan
atau kumpul-kumpul, ikutlah kumpul dengan mereka secara kekeluargaan dan
gaul, sehingga mereka akan merasa ada kepedulian dari negara atas masalah
mereka. Aparat Polisi dan keamanan yang gaul dan bisa mereka terima akan
menjadi kode bahwa negara memperhatikan generasi ‘lupa diri’ ini untuk
kembali menjadi ingat bahwa tak ada alasan yang cukup kuat bagi mereka
menggelar tawuran.
- Pada awal masuk sekolah, sebagian
pelajar yang tawuran ini sebenarnya jarang yang saling kenal. Jika
kemudian mereka menjadi beringas dengan orang yang sama sekali sebelumnya
tak dikenal, karena ada kata-kata, dendam, slogan, pemikiran, hasutan dan
sejenisnya yang masuk kepada mereka dari senior atau orang luar tentang
kejelekan sesama pelajar yang akhirnya jadi musuh. Inilah bahaya mulut,
otak dan hati yang harus dibersihkan kemudian diluruskan. Tak mungkin
clurit berbicara jika ketiga unsur tadi tidak rusak sebelumnya. Razia
terhadap benda-benda tajam itu mungkin efektif dalam masa pendek, namun
untuk jangka panjang perlu dirumuskan bagaimana melakukan brainwash kepada
para pelajar ini agar kembali ke jalan yang benar.
- Buat sekolah khusus dalam
lingkungan penuh disiplin dan ketertiban bagi mereka yang terlibat
tawuran. Ini adalah cara memutus tali dendam dan masalah dalam dunia
pelajar kita. Jadi siapapun dan dari sekolah manapun yang terlibat
tawuran, segera tangkap dan masukkan dalam sekolah khusus yang memiliki
kurikulum khusus bagi mereka. Dengan jalan tersebut, setidaknya teman atau
adik kelas mereka tak akan lagi terpengaruh oleh ide-ide gila anak-anak
yang suka tawuran ini. Tentu semua hal tersebut harus didukung penuh oleh
pemerintah dan semua pihak karena biaya dan tenaga yang dibutuhkan awalnya
akan sangat besar. Tapi apalah artinya semua itu jika akhirnya kita akan
menemukan kedamaian dalam dunia pendidikan kita.
- Perbanyaklah Kegiatan
Ekstrakulikuler di Sekolah. Kegiatan yang biasa dilakukan sehabis selesai
KBM dapat mencegah sang pelajar dari kegiatan-kegiatan yang negatif.
Misalkan ekskul futsal, setelah selesai futsal pelajar pasti kelelahan
sehingga tidak ada waktu untuk keluyuran malam atau hang out dengan teman
lainnya.
- Pengembangan bakat dan minat
pelajar. Setiap sekolah perlu mengkaji salah satu metode ini, sebagai
acuan sekolah dalam mengarahkan mereka sesuai dengan keinginan mereka
sendiri dan tentunya orangtua pun menyetujuinya. Penelusuran bakat dan
minat bisa mengarahkan potensi dan bakat mereka yang terpendam.
- Pendidikan Agama dari sejak
dini. Sangat penting sekali karena apabila seorang pelajar memiliki basic
agama yang baik tentunya bisa mencegah pelajar tersebut untuk berbuat yang
tidak terpuji karena mereka mengetahui akibatnya dari perbuatan
tersebut. Agama harus ditanamkan sejak dini, banyak sekolah-sekolah
atau madrasah yang bisa menjadi referensi pendidikan seorang anak dan
biasanya mulai KBMnya siang setelah selesai sekolah dasar. Dasar agama
yang kuat membuat seorang pelajar memiliki kepekaan yang tinggi terhadap
lingkungan sekitarnya.
- Boarding School (Sekolah berasrama). Bisa
menjadi salah satu alternatif mencegah pelajar dari tawuran. Biasanya di
sekolah ini, waktu belajar lebih lama dari sekolah umum. Ada yang sampai
jam 4 sore, setelah maghrib ngaji atau pelajaran agama. Selesai isya
pelajar biasanya pergi ke perpustakaan untuk belajar atau mengerjakan
tugas. Jam 8 malam, pelajar baru bisa istirahat atau lainnya. Sekolah ini
sangat efektif menurut saya, pelajar tidak ada waktu untuk berinteraksi
dengan dunia luar karena kesibukan mereka. Interaksi ada namun hanya satu
kali dalam seminggu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tawuran
pelajar adalah tindakan kriminal yang biasa terjadi di kota – kota besar di
Indonesia, yang biasa terjadi karena di dasari alasan solidaritas sesama teman.
2.
Sekolah ,
lingkungan , orang tua , dan pemerintah merupakan peran yang paling utama dan
harus bertanggung jawab serta bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi
permasalahan ini.
3.
Para pelajar
juga harus menyadari bahwa kita sebagai generasi muda diwajibkan untuk saling
bahu membahu mengisi kemerdekaan, memajukan bangsa kita. Membuat prestasi yang
bisa mengharumkan nama bangsa , agar mereka tidak melakukan tindakan asusila
seperti tawuran.
4.
Kepribadian
setiap insan manusia pada dasarnya dalah sosok yang berbudi mulia. Hanya saja
karena adanya faktor – faktor internal ataupun eksternal, yang ,membuat pribadi
manusia mengalami proses perubahan. Dan dari proses perubahan tersebut dapat
mengarah ke dampak yang positif atau negatif.
B.
SARAN
1.
Peningkatan
kasus tawuran pelajar membuat KPAI ( Komisi Perlindungan Anak Indonesia )
menyatakan untuk segera mewujudkan “Sekolah Ramah Anak” , agar tidak semakin
merajalela kasus tawuran pelajar ini.
2.
Memberi
kesempatan pada para remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat.
3.
Memberi
kesempatan kepada para pelajar untuk mengembangkan bakatnya masing – masing,
sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang dengan hal yang positif setelah
kegiatan belajar di sekolah usai.
4.
Memberikan
reward ( penghargaan ) terhadap siswa-siswi yang berprestasi. Agar memacu murid
lain untuk mencetak prestasi yang jauh lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA