Sabtu, 05 Oktober 2013

Tugas Ilmu Sosila Dasar 1



TUGAS ILMU SOSIAL DASAR
Fenomena Tawuran Antar Pelajar Sebagai Bentuk Pelanggaran Norma 





Disusun Oleh :
DOLLY LABAN FERNANDO (19113974)
INA NURLIANAH (1A113549)


                       
                                               

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KARAWACI, 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Fenomena Tawuran Antar Pelajar dan Kaitannya dengan Norma Yang Berlaku”.
Makalah ini disusun guna memberikan informasi tambahan kepada para pembaca agar dapat lebih memahami mengenai permasalahan – permasalahan seputar kasus yang berkaitan di masyarakat berdasarkan norma yang berlaku
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, terutama Bapak Heru Nurhadi selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Penulis ucapan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan bantuannya, semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Tak hanya itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sumbernya berupa artikel, tulisan, dan buku telah penulis jadikan referensi guna penyusunan makalah ini, semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisan-tulisan yang mengacu terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik.
Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, maafkan jikalau banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis setulus hati menerima kritik dan saran yang membantu guna penyempurnaan makalah ini.

Karawaci, 05 Oktober  2013

Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................     2
DAFTAR ISI........................................................................................................    3
BAB I  PENDAHULUAN………………………………………………............   4
1.1.  Latar Belakang…………………………………………….    4
1.2.  Rumusan Masalah…………………………………………    6
1.3.  Tujuan Penulisan…………………………………………..     6
1.4.  Metode Penulisan…………………………………………..   6
1.5.  Sistematika Penulisan……………………………………...    6

BAB II            ISI..................................................................................................   7
2.1  Pengertian Norma dan macam-macam norma...................      7
2.2 Pembahasan mengenai tawuran............................................    8
2.3Solusi dalam menghadapi maraknya fenomena
tawuran antar pelajar..............................................................        12


BAB III          PENUTUP…………………………………………………           16
3.1    Kesimpulan……………………………………………         16
3.2    Saran…………………………………………………           16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...      17







BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia, sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan.
Tawuran antar pelajar merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh masyarakat di Indonesia. Bahkan ada sebuah pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Masih teringat ditelinga kita  peristiwa tawuranantar pelajar SMA Negeri 6 dan SMA Negeri 70. Peristiwa tawuran antar-pelajar dua sekolah tersebut, Senin (24/9/2012), telah merenggut nyawa seorang siswa SMA Negeri 6. Alawy Yusianto Putra (15), siswa kelas X SMA Negeri 6, tewas setelah terkena sabetan celurit dari siswa SMA Negeri 70. Saat itu, Alawy dan teman-temannya tengah berkumpul seusai sekolah dan mendadak diserang oleh segerombolan siswa SMA Negeri 70 yang membawa senjata tajam (Kompas.com,  edisi Rabu, 26 September 2012).
Hal yang serupa terjadi pada pelajar sekolah menengah di Yogyakarta. Para pelajar di sebuah sekolah telah dapat membedakan mana sekolah yang menjadi ‘kawan’ serta mana pula yang menjadi ‘lawan’. Hal ini telah diturunkan dari suatu angkatan ke angkatan di bawahnya.
Contoh di atas adalah hanya segelintir dari kejadaian tawuran anatar pelajar di negeri ini. Semestinya masa remaja dalah masa yang paliang prnting dalam rentang perkembangan manuisa. Bukan diisi dengan tawuran dan hal-hal negatif, yang tidak bermanfaat untuk masa depan. Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya. Fenomena yang sanagt meprihatinkan selain tawuran dikalangan remaja, seperti sikap arogan dengan menjadikan termenologi “babe gue’ sebagai senjata, suka berhura-hura, chatting, bergerombol, memberontak orang tua, dan guru, malakukan penyimapanagn seksual (free sex, samen leven, married by accident), mengonsumsi miras dan narkoba.
Penyesuaian diri pada masa remaja sangat penting, karena masa remaja dalaha masa rentan dengan berbgai penagruh sosial yang positif atau negatif. Kalau pengaruh yang masuk adalah positif, amaka akan berdampak baik terhadap perkembangan kepribadian remaja. Tetapi sebaliknya jika pengaruh yang negatif terhdap remaja, maka akan berdampak negatif pula terhadap perkembangan kepribadain remaja.
Penyesuaian yang utama dari remaja dalah penyesuaian sosial, dimana remaja tinggal dan berhubungan baik dengan orang tua, teman sebaya, atau lingkungan skitar. Penyesuaian sosial merupakan salah satu tugasa perkembangan masa remaja yang paling sulit. Remaja dituntut menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan orang dewasa diluar lingkungan keluarga dan sekolah.
Agar target sosialisasi remaja tercapai, berbagai bentuk penyesuaian baru harus ditempuh oleh remaja. Di antara bentuk penyesuain baru yang paling penting dan paling susah antara lain penyesuan diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, peruabahan dalam perilaku sosial, nilai-nilai yang baru dalam seleksi dalam persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.






1.2              Rumusan Masalah

Makalah ini terfokuskan pada empat masalah yang akan dibahas penulis yaitu :
·         Apa itu norma dan macam-macam norma?
·         Apakah tawuran itu ?
·         Apa saja solusi dalam menghadapi maraknya fenomena tawuran antar pelajar?

1.3              Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai  Fenomena tawuran antar pelajar dan kaitannya dengan norma yang ditampilkan oleh kelompok kami.

1.4              Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode kajian pustaka dengan sumber yang cukup beragam seperti, media elektronik, internet, serta buku – buku referensi.

1.5              Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab :

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II    Isi, yang terdiri dari pancasila dan hubungan antra proyek akhir demgan proyek akhir
BAB IIIPenutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA



BAB II
ISI

2.1       Pengertian Norma & macam-macam norma                                                               
Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa inggris yakni norm. Dalam kamus oxford norm berarti usual or expected way of behaving yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara berprilaku.
Norma adalah patokan prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan sesorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak prilaku seseorang.

Norma juga merupakan sesuatu yang mengikat dalam sebuah kelompok masyarakat, yang pada keselanjutannya disebut norma sosial, karena menjaga hubungan dalam bermasyarakat. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan, karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma.

Macam-Macam Norma sosial
Menurut kajian sosiologi, bermacam-macam norma sosial itu dapat dikelompokkan menjadi beberapa pengertian berikut.
a. Norma Agama
Norma agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diajarkan kepada manusia melalui ajaran agama. Contohnya, tindakan berpuasa di kalangan umat muslim serta ajaran untuk tidak merugikan orang lain. Orang yang melanggar norma agama akan mendapat dosa.
b. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan berasal dari hati nurani sehingga seseorang dapat membedakan antara perbuatan yang dianggap baik dengan perbuatan yang dianggap buruk. Contoh norma kesusilaan antara lain anak harus menghormati orang tuanya atau setiap orang dilarang melakukan hubungan seksual di luar nikah. Orang yang melanggar norma kesusilaan akan dikucilkan secara fisik dan batin.
c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan mengarah pada tingkah laku yang dianggap wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh norma kesopanan ialah mengucapkan salam saat memasuki rumah orang lain, menyapa kenalan yang kita temui di jalan, atau makan dengan menggunakan tangan kanan. Pelanggaran terhadap norma ini akan dikenai celaan, kritik, dan lain-lain.

d. Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang-ulang karena disenangi oleh banyak orang. Contohnya, jika bepergian ke tempat yang jauh, kita membelikan oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga dekat. Sanksi bagi pelanggar norma kebiasaan berupa celaan atau pengucilan.
e. Norma Hukum
Norma hukum berupa rangkaian aturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh lembaga formal, seperti pemerintah. Contohnya, perintah memakai helm standar bagi pengendara motor atau Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Desa. Pelanggaran terhadap norma hukum akan dikenai denda, penjara, bahkan hukuman mati.



2.2       Pembahasan mengenai tawuran
Tawuran antar pelajar adalah pertemuan antara dua atau lebih kelompok yang sama-sama kurangberpendidikan mampu menimbulkan perkelahian diantara mereka ditempat umum sehinggaorang lain yang tidak bersalah banyak menjadi korban. Tawuran antar pelajar ini termasuk kedalam jenis penyimpangan kolektif (group deviaton) dimana pelajar yang berlaku dalammasyarakatsehingga menimbulkan keresahan, ketidak amanan, ketidak nyamanan serta tindak kriminalitas lainnya.

 Tawuran antar pelajar dapat dihasilkan dari adanya pergaulan ataupertemanan sekelompok orang yang menimbulkan solidaritas antar anggotanya sehingga mautidak mau terkadang harus ikut tindak kenakalantersebut. Padahal mereka pun sadar bahwadengan mereka ikut serta dalamtawuran antar pelajar tersebut akan merugikan dirinya sendiri danmasyarakat,namun ironisnya mereka menganggap itu semua sebagai cara mereka untuk mempertahankan kelompok atau sekolah mereka masing-masing.

Pengaruh Buruk Dari Orang Tua, Tingkah Laku kriminal dan TindakanAsusila.Pengaruhburuk dari orang tua dapat juga menjadi faktor penyebabterjadinya tawuran antar pelajar.Sebagai contohnya ketika terjadi percekcokan antara ayah dan ibunya, dan terlebih sang ayahselalumelakukan tindakan asusila seperti memukul istrinya dan tanpa disadarisang anak melihatkejadian tersebut sehingga sang anak cenderung inginmempraktekan apa yang terjadi pada orangtuanya. Disini kembali lagi pada prinsip awal bahwa baik buruknya seorang anak dipengaruhiolehsikap dan tingkah laku orang tuanya.Lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunansekolah yang tidak memenuhi persyaratan, tanpa halaman bermain yang cukupluas, tanpa ruangan olah raga,minimnya fasilitas ruang belajar, jumlah murid didalam kelas yang terlalu padat, ventilasi dansanitasi udara yang buruk dan lainsebagainya.Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikanremaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis.
 
Tak jarang disebabkan oleh saling mengejek atau bahkan hanya saling menatap antarsesama pelajar yang berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi pemicutawuran. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya.



Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya” antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Tawuran yang selalu terjadi apabila dapat dikatakan hampir setiap bulan minggu bahkan mungkin hari selalu terjadi perkelahian antar pelajar yang kadang-kadang berujung dengan hilangnya satu nyawa pelajar secara sia-sia. Pelajar yang seharusnya menimba ilmu di sekolah untuk masa depan yang lebih baik menjadi penerus bangsa malah berkeliaran diluar.
Tawuran pelajar yang terjadi bertubi-tubi, khususnya di Jakarta, telah mencapai taraf yang memprihatinkan. Serempak, baik masyarakat maupun pemerintah, mengecap anak-anak ini sebagai pelaku kriminal, penjahat yang perlu dihukum seberat-beratnya. Semua orang pasti mempertanyakan  “Pernahkah kita berfikir, mengapa anak-anak tega membunuh temannya sendiri? Apakah tidak ada andil dari pihak lain yang menyebabkan anak tega melakukan tindakan seperti ini?”. dan menurut saya yang harusnya patut dipertanyakan tentang tanggung jawab itu yaitu ke pihak keluarga mereka masing. Salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran antarpelajar ialah ketidakmampuan orangtua dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melindungi anak. Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Pasal 26 Ayat 1 telah ditegaskan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak. Karena agak tidak tepat sasaran kalau kita menyalahkan pihak sekolah atas terjadinya tawuran. Karena mungkin pihak sekolah bukannya seperti menutup mata atas apa yang terjadi pada anak didiknya tapi itu semua karena terbatasnya kewajiban mereka sebagai pendidik, yang secara tidak langsung dapat dikatakan pihak sekolah tidak dapat selalu memantau apa yang terjadi diluar sekolah karena banyaknya anak-anak yang harus mereka pantau.
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan, terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat perkelahian pelajar.
1. Faktor internal. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.

    Contoh Kasus Tawuran Antar Pelajar :

Kamis, 17 Desember 2009 | 04:40 WIB
Jakarta, Kompas - Aksi kekerasan yang dilakukan pelajar belum berhenti. Bahkan, kekerasan pelajar yang dilakukan dalam tawuran antarpelajar di kawasan Gunung Sahari, Kemayoran, Rabu (16/12) pukul 09.30, menyebabkan Ahmad Supratman (15), pelajar SMKN 1 Jakarta, tewas disabet senjata tajam oleh pelaku yang juga berstatus pelajar.
Tawuran terjadi ketika Ahmad dan teman-temannya terlibat saling ejek dengan rombongan pelajar lain di dalam bus yang melintas di kawasan tersebut. Saling ejek itu berlanjut dengan saling melempar batu. Pelajar dari dalam bus ada yang membawa senjata tajam. Senjata tajam inilah yang digunakan melukai punggung dan leher Ahmad.
Sejumlah teman yang melihat Ahmad terkapar penuh darah segera membawa korban ke rumah sakit. Namun, nyawa warga Jalan Angkasa Kecil 12, Kemayoran, ini tidak tertolong.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kemayoran Ajun Inspektur Satu Iswantoro mengatakan, pihaknya masih menelusuri pelajar yang terlibat tawuran ini. ”Penyelidikan masih dilakukan. Sampai sekarang belum diketahui identitas sekolah pelajar yang tawuran selain SMKN 1,” ucap Iswantoro.

Berdamai
Kasus kekerasan antarsiswa termasuk tawuran antarsekolah dan kekerasan senior terhadap yuniornya sering terjadi di Jakarta. Kasus yang terakhir terkuak adalah kekerasan di SMAN 82, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, meski alot, akhirnya mediasi antara pelaku, korban, dan keluarga sepakat tidak meneruskan kasus ke pengadilan.
Awalnya, orangtua Ade Fauzan Mahfuza, Marlin Anggraini, berkeras menuntut pelaku diproses hukum. Ade yang menjadi korban kekerasan seniornya kemudian pindah sekolah.
”Sanksi harus diberikan bagi yang salah. Namun, karena menyangkut masa depan anak yang masih bisa diperbaiki, keputusan penghentian kasus ini sangat bijaksana,” tutur Seto.
Menurut Seto, kasus kekerasan di SMAN 82 sudah berlangsung lama. Kekerasan ini baru terungkap saat Ade, siswa kelas I dihajar seniornya pada awal November lalu dan harus dirawat selama sepekan di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Agar tidak terulang, Seto menegaskan perlunya konsultasi psikologi rutin bagi korban ataupun pelaku dan bagi siswa sekolah yang memiliki tradisi bullying. Kasus bullying di Jakarta yang terungkap sejak 2007 memang selalu berakhir damai. Hanya kasus penganiayaan siswa yunior kelas X SMA 34, yaitu Muhammad Fadhil Harkaputra Sirath (15), tahun 2008, yang berakhir di persidangan. Lima pelaku siswa kelas XII dihukum penjara 45 hari. (ART/NEL)


Tawuran SMA 6 dan 70, Kepala Dinas Pendidikan DKI Tak Ditegur
Satu pelajar tewas dan dua lainnya terluka akibat tawuran kemarin.
Selasa, 25 September 2012, 11:42

VIVAnews - Tawuran pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta kembali terjadi. Satu pelajar dari SMAN 6, Alawi Yusianto Putra, tewas. Dua temannya, Dimas dan Faruq, terluka.
Tawuran pelajar dari kedua sekolah ini bukan yang pertama. Sebelumnya, pelajar kedua sekolah beberapa kali terlibat tawuran.
Meski bentrokan pelajar ini sering terjadi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merasa tidak perlu menegur Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kemendikbud juga tak menegur kepala sekolah kedua SMA itu.
"Kami rasa tidak perlu menegur, mereka bukan pelaku tawuran," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemendikbud, Ibnu Hamad saat berbincang dengan VIVAnews, Selasa 25 September 2012.
Menurut Ibnu, saat ini yang paling penting bukan menegur dan saling menyalahkan. "Yang paling penting bagaimana kepala dinas mengkoordinasikan jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi," katanya.
Ibnu sendiri mengakui bahwa Kemendikbud belum memiliki kajian khusus untuk mengatasi tawuran antara pelajar SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta ini. Meskipun tawuran pelajar kedua sekolah yang berdekatan ini terjadi beberapa kali.



2.3       Solusi dalam menghadapi maraknya fenomena tawuran antar pelajar.
Penyelesaian msalah tawuran dikalangan pelajar adalah tanggunag jawab bersama. Keluarga, sekolah, dan para penegak hukum harus aktif mencegah bahkan mengikis habis tawuran antar pelajar. Dari hasil analisis tawuran pelajar menurut teori dari Albert Bandura dan Erik H. Erikson, maka solusi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:



1.        Lingkungan keluarga
pengaruh yang kuat. Salah satu implikasi utamanya dalah televisi, dimana anak atau remaja bisa menontonnya berjam-jam sampai selesai, tidak sadar mereka sedang membnetuk kehidupannya yang masih belia. Oleh karena itu orang tua harus mampu membatasi remaja dalam menonton TV yang menontonkan kekersan atau memainkan game yang dapat menigkatkan agresifitas mereka. Orang tua harus menjadai model yang baik bagi anak-anaknya.  Perilaku dari orang tua harus bisa ditiru dan dicontoh oleh anak-anaknya, sehingga dia punya model yang baik dalam hidupnya berupa ayah dan ibunya.
Dari segi identitas diri, orang tua harus bisa memahami keinginan remaja. Mereka tidak bisa dikekang sekehendak orang tua, tetapi harus diarahkan dengan bimbingan dari orang tua agar tidak timbul kekacauan identitas yang dilmpiaskan dengan kenakalan berupa tawuran. Keinginan dan kemauan yang menggebu-gebu dari remaja harus dipahami oleh orang tua secara bijak, sehingga tidak mnimbulkan pembe-rontakan dari anak dengan melampiaskan perlawananya terhdap orang tua berupa kenalakan yang berbentuk tawuran. Mereka msaih membutuhkan bimbingan dari orang tua untuk mendapatkan kekacauan identitas yang stabil.  Denagn demikian, tawuran anatar pelajar dapat diatasi mulai dari lingkungan keluarga yang memper-hatikan Orang tua harus memperhatikan apa yang di tonton, dan dimainkan anak lewat game. Perilaku mereka sangat dipengaruhi oleh model-model yang disajikan lewat media masa berupa televisi, tindak kekerasan dan perkelahi akan cepet ditiru oleh remja. Dipengaruhi oleh agresifitas model dalam game yang mereka mainkan. Model-model yang difilmkan, khusunya, sanggup memberikan akan perkembangan identitas anaknya.   

                                                                                                                                        
2.        Lingkungan sekolah
Untuk mecegah tawuran anatar pelaja, sekolah harus mampu megakomodasi bakat-bakat dan keahlian yang dimilki oleh anak didik. Menyediakan kegiatan ekstra kulikuler yang bermanfaat bagi anak didiknya. Tidak ada waktu yang terbuang percuma, hanya untuk tawuran. Fasilitas dan sarana yang mendukung untuk menciptakan dan menyalurkan bakat-bakat anak didik harus disediakan dengan memadai, sehingga perilaku mereka dapat tersalurkan ke hal-hal yang positif.
Di sekolah juga, guru harus menjadi model dan contoh yang baik bagi peserta didiknya. Guru dan dewan sekolah harus menberikan perilaku yang baik bagi peserta didiknya, sehingga peserta didik tidak mencari model di luar yang tidak patut ditiru dalam perilakunya.

3.        Memberikan hukuman
Upaya lainnya yang dapat dalkukan untuk mencegah tawuran adalah dengan memberikan hukuman dan sanksi yang membuat efek jera terhadap perilaku tawuran. Para penegak hukum harus tegas dalam memberikan hukuman dan sanksi terhdap perilaku tawuran. Meskipun terkadang upaya ini tidak efektif, buktinya hukuman dan sanksi ada tetapi tawuran masih terus meralajalela dikalangan pelajar. Setidaknya penerapan hukuman dan sanksi yang tegas dapat mengurangi perilaku tawuran dari pelajar.
Berikut ini kami akan memaparkan beberapa solusi alternative yang mungkin akan dapat berguna untuk mengurangi tawuran antar pelajar ini:
  1. Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
  2. Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
  3. Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
  4. Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
  5. Bagi para orang tua, mulailah belajar jadi sahabat anak-anaknya. Jangan jadi polisi, hakim atau orang asing dimata anak. Hal ini sangat penting untuk memasuki dunia mereka dan mengetahui apa yang sedang mereka pikirkan atau rasakan. Jadi kalau ada masalah dalam kehidupan mereka orang tua bisa segera ikut menyelesaikan dengan bijak dan dewasa.
  6. Bagi para Polisi dan aparat keamanan, jangan segan dan aneh untuk dekat dengan para pelajar secara profesional, khususnya yang bermasalah-bermasalah itu. Lebih baik tidak menggunakan acara-acara formal dalam pendekatan ini, melainkan masuk dengan cara santai dan rileks. Upama ketika para pelajar ini cangkrukkan atau kumpul-kumpul, ikutlah kumpul dengan mereka secara kekeluargaan dan gaul, sehingga mereka akan merasa ada kepedulian dari negara atas masalah mereka. Aparat Polisi dan keamanan yang gaul dan bisa mereka terima akan menjadi kode bahwa negara memperhatikan generasi ‘lupa diri’ ini untuk kembali menjadi ingat bahwa tak ada alasan yang cukup kuat bagi mereka menggelar tawuran.
  7. Pada awal masuk sekolah, sebagian pelajar yang tawuran ini sebenarnya jarang yang saling kenal. Jika kemudian mereka menjadi beringas dengan orang yang sama sekali sebelumnya tak dikenal, karena ada kata-kata, dendam, slogan, pemikiran, hasutan dan sejenisnya yang masuk kepada mereka dari senior atau orang luar tentang kejelekan sesama pelajar yang akhirnya jadi musuh. Inilah bahaya mulut, otak dan hati yang harus dibersihkan kemudian diluruskan. Tak mungkin clurit berbicara jika ketiga unsur tadi tidak rusak sebelumnya. Razia terhadap benda-benda tajam itu mungkin efektif dalam masa pendek, namun untuk jangka panjang perlu dirumuskan bagaimana melakukan brainwash kepada para pelajar ini agar kembali ke jalan yang benar.
  8. Buat sekolah khusus dalam lingkungan penuh disiplin dan ketertiban bagi mereka yang terlibat tawuran. Ini adalah cara memutus tali dendam dan masalah dalam dunia pelajar kita. Jadi siapapun dan dari sekolah manapun yang terlibat tawuran, segera tangkap dan masukkan dalam sekolah khusus yang memiliki kurikulum khusus bagi mereka. Dengan jalan tersebut, setidaknya teman atau adik kelas mereka tak akan lagi terpengaruh oleh ide-ide gila anak-anak yang suka tawuran ini. Tentu semua hal tersebut harus didukung penuh oleh pemerintah dan semua pihak karena biaya dan tenaga yang dibutuhkan awalnya akan sangat besar. Tapi apalah artinya semua itu jika akhirnya kita akan menemukan kedamaian dalam dunia pendidikan kita.
  9. Perbanyaklah Kegiatan Ekstrakulikuler di Sekolah. Kegiatan yang biasa dilakukan sehabis selesai KBM dapat mencegah sang pelajar dari kegiatan-kegiatan yang negatif. Misalkan ekskul futsal, setelah selesai futsal pelajar pasti kelelahan sehingga tidak ada waktu untuk keluyuran malam atau hang out dengan teman lainnya.
  10. Pengembangan bakat dan minat pelajar. Setiap sekolah perlu mengkaji salah satu metode ini, sebagai acuan sekolah dalam mengarahkan mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan tentunya orangtua pun menyetujuinya. Penelusuran bakat dan minat bisa mengarahkan potensi dan bakat mereka yang terpendam.
  11. Pendidikan Agama dari sejak dini. Sangat penting sekali karena apabila seorang pelajar memiliki basic agama yang baik tentunya bisa mencegah pelajar tersebut untuk berbuat yang tidak terpuji karena mereka mengetahui akibatnya dari perbuatan tersebut. Agama harus ditanamkan sejak dini, banyak sekolah-sekolah atau madrasah yang bisa menjadi referensi pendidikan seorang anak dan biasanya mulai KBMnya siang setelah selesai sekolah dasar. Dasar agama yang kuat membuat seorang pelajar memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.
  12. Boarding School (Sekolah berasrama). Bisa menjadi salah satu alternatif mencegah pelajar dari tawuran. Biasanya di sekolah ini, waktu belajar lebih lama dari sekolah umum. Ada yang sampai jam 4 sore, setelah maghrib ngaji atau pelajaran agama. Selesai isya pelajar biasanya pergi ke perpustakaan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Jam 8 malam, pelajar baru bisa istirahat atau lainnya. Sekolah ini sangat efektif menurut saya, pelajar tidak ada waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar karena kesibukan mereka. Interaksi ada namun hanya satu kali dalam seminggu.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Tawuran pelajar adalah tindakan kriminal yang biasa terjadi di kota – kota besar di Indonesia, yang biasa terjadi karena di dasari alasan solidaritas sesama teman.
2.      Sekolah , lingkungan , orang tua , dan pemerintah merupakan peran yang paling utama dan harus bertanggung jawab serta bekerjasama dengan baik untuk menanggulangi permasalahan ini.
3.      Para pelajar juga harus menyadari bahwa kita sebagai generasi muda diwajibkan untuk saling bahu membahu mengisi kemerdekaan, memajukan bangsa kita. Membuat prestasi yang bisa mengharumkan nama bangsa , agar mereka tidak melakukan tindakan asusila seperti tawuran.
4.      Kepribadian setiap insan manusia pada dasarnya dalah sosok yang berbudi mulia. Hanya saja karena adanya faktor – faktor internal ataupun eksternal, yang ,membuat pribadi manusia mengalami proses perubahan. Dan dari proses perubahan tersebut dapat mengarah ke dampak yang positif atau negatif.

B.     SARAN
1.      Peningkatan kasus tawuran pelajar membuat KPAI ( Komisi Perlindungan Anak Indonesia ) menyatakan untuk segera mewujudkan “Sekolah Ramah Anak” , agar tidak semakin merajalela kasus tawuran pelajar ini.
2.      Memberi kesempatan pada para remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat.
3.      Memberi kesempatan kepada para pelajar untuk mengembangkan bakatnya masing – masing, sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang dengan hal yang positif setelah kegiatan belajar di sekolah usai.
4.      Memberikan reward ( penghargaan ) terhadap siswa-siswi yang berprestasi. Agar memacu murid lain untuk mencetak prestasi yang jauh lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar